menjaga kesehatan mental ketika kuliah diluar negeri

Tiga perempuan lulusan S3 di Australia bagikan tipsĀ  untuk merawat kebugaran mental slot joker123 sepanjang merintis belajar doktoral di luar negeri. Tips ini mampu digunakan untuk detikers yang sedang jadi down sehingga siap melanjutkan pendidikan hingga selesai.

1. Jangan terlalu perfeksionis!

Hani Yulindrasari, Pakar Psikologi Gender, dosen, dan Ketua Satuan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyebutkan kalau tips pertama untuk selesaikan belajar S3 di luar negeri adalah jangan terlalu memaksakan diri dan perfeksionis.

Mahasiswa boleh memiliki ambisi, namun lebih baik adalah ambisi yang mampu diukur. Jadi lebih baik menurut Hani, tetapkan obyek yang mampu kami capai. “Kalau misalkan kami terlalu perfectionist, menurutku akan sukar selesai. Kalau saya yang mutlak selesai, lulus, kembali ke Indonesia dan menerapkan ilmu kepada penerus bangsa nantinya,” ujar Hani.

2. Hidup seimbang

Hani beri tambahan tak tersedia salahnya biarpun mahasiswa S3 untuk selamanya senang-senang. Ia menyarankan untuk menjalankan ritme 8-8-8. “Kalau sangat mungkin aturlah 8 jam belajar, 8 jam istirahat, dan 8 jam have fun,” tambahnya.

Ia sadar hal itu terlalu sukar untuk dijalankan mahasiswa S3 terutama mereka yang berkuliah dengan mempunyai keluarga. Untuk itu, Hani beri tambahan setidaknya di dalam satu hari kami selamanya melakukan aktivitas yang menyebabkan tubuh rileks, seperti olahraga.

Baca Juga : Cara Mempersiapkan Anak Sesuai Jenjang Pendidikan

“Karena berkeluarga, langkah saya merawat sehingga selamanya balance adalah olahraga, ke kampus naik sepeda, turut fitness club, belajar baking sama ibu-ibu, atau cuma ke kafe menggosip dengan rekan seperjuangan,” tuturnya.

3. Punya support system

Bagi Hani, memiliki support system adalah poin paling utama merawat mental mahasiswa selamanya baik. Tentu saja mereka adalah keluarga, baik orang tua, anak-anak, ataupun suami.

Meski begitu, lulusan Psikologi Universitas Gadjah Mada ini menyebutkan tak tersedia salahnya untuk memiliki support system atau rekan yang memiliki pengalaman yang sama. Jadi, kami mampu berkeluh kesan berkenaan masalah yang sama meski tak selamanya sama.

Menurutnya, mahasiswa PhD kerap memiliki rasa inferioritas (merasa diri sendiri kekurangan) kalau bersua dengan sosok yang diakui lebih baik. Untuk itu, tak tersedia salahnya untuk terbuka satu sama lainnya.

4. Libatkan suami sepanjang PhD

Bila disaat menempuh belajar S3 detikers udah menikah, Farahdiba Rahma Bachtiar, Dosen UIN Alauddin Makassar menyebutkan kami harus melibatkan suami atau pasangan sebagai partner di dalam perjalanan. Lebih baik terbuka sejak awal sehingga tidak menyebabkan masalah di sesudah itu hari.

“PhD tentu saja bukan perjalanan yang mudah, saya yakin bagi tiap-tiap orang begitu. Tapi kami harus senang terbuka terutama kepada orang terdekat,” ujarnya.

5. Menemukan pembimbing yang tepat

Terakhir, Kanti, founder PhD Mama Indonesia beri tambahan kalau menemukan pembimbing atau supervisor yang tepat juga mendukung merawat kebugaran mental mahasiswa. Terlebih mahasiswa perempuan kerap merasakan kondisi-kondisi yang unik.

Untuk itu, mutlak menemukan sosok pembimbing yang mampu beri tambahan pengertian. Ia sadar hal ini tidak gampang didapatkan, sehingga menurutnya proses pendidikan di perguruan tinggi juga harus diperhatikan.

“Perguruan tinggi harus jadi berkhayal nih berkenaan bentuk-bentuk pertolongan seperti apa secara proses atau kebijakan-kebijakan bagi mahasiswa perempuan. Misalnya beri tambahan cuti yang lumayan untuk ibu yang melahirkan misalnya,” ungkapnya.

Dengan tegas ia menyatakan, secara proses kampus di Indonesia atau internasional udah jadi harus berkhayal kebijakan yang baik. Terutama bagi mahasiswa S3 yang akan atau udah berkeluarga.

By admin2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *